Fakta Polemik All Eyes on Papua yang Viral di Media Sosial

Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya seruan mengenai All Eyes on Papua yang viral di media sosial. Bahkan, seruan ini menjadi trending topik di berbagai platform tertentu.

Baik itu Twitter sampai dengan Instagram, lantaran banyak dibagikan oleh para pengguna medsos. Akan tetapi perlu Anda ketahui, bahwa dibalik seruan polemik ini ternyata menyimpan sejumlah fakta miris di dalamnya.

Apa Saja Fakta Terkait Polemik All Eyes on Papua yang Viral di Media Sosial?

Gerakan seruan terkait polemik All Eyes on Papua yang viral di media sosial dan ramai diperbincangkan ternyata menyimpan sejumlah fakta tersembunyi.

Munculnya seruan yang berarti “Semua Mata Tertuju Pada Papua”, membuat masyarakat Indonesia kini tertuju pada warga di wilayah itu. Diketahui, seruan ini muncul setelah viral gerakan All Eyes on Rafah.

Terlebih lagi, banyak pengguna medsos yang membagikan seruan tersebut di berbagai platform mulai dari Twitter sampai Instagram. Dan terhitung hingga kini, gerakan itu sudah mencapai lebih dari 38 ribu cuitan.

Dukungan ini banyak bermunculan, usai pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu serta Moi mendatangi gedung Mahkamah Agung (MA) Jakarta Pusat. Keduanya menggelar doa dan ritual adat di depan gedung MA.

Aksi ini, bertujuan meminta pihak MA mengeluarkan aturan agar dapat melindungi hutan suku Awyu dan Moi. Dibalik banyaknya seruan polemik All Eyes on Papua, turut menyimpan sejumlah fakta miris berikut.

1. Bermula dari Kasus Perampasan Hak Warga

Menurut informasi, ramainya gerakan All Eyes on Papua dilatarbelakangi karena adanya kasus perampasan hak-hak warga. Dimana, hutan seluas 36 ribu hektar dikatakan akan dibabat habis oleh PT Indo Asiana Lestari.

Hal tersebut, dilakukan untuk pembangunan perkebunan sawit yang berlokasi di daerah Boven Digul, Papua. Tentu saja, tindakan pembabatan tersebut mendapat penolakan keras dari masyarakat adat Marga Woro dan suku Awyu.

Ini dikarenakan, hutan tersebut menjadi aset dan tempat hidup turun temurun serta sebagai sumber kehidupan warga. Bahkan hal serupa juga turut dialami suku Moi yang menggugat PT Sorong Agro Sawitindo.

2. Melakukan Gugatan ke Pihak Mahkamah Agung (MA)

Karena tidak terima hak-haknya dirampas, kedua suku akhirnya melakukan gugatan ke pihak Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya, polemik yang merugikan warga masyarakat ini sempat dibawa ke ranah hukum di pengadilan Jayapura.

Aksi tersebut, turut disampaikan oleh pemimpin Marga Woro, Hendrikus Franky Woro. Dimana, masyarakat adat harus menempuh sekitar 7 jam perjalanan dengan dana 10 juta per orang untuk sampai ke pengadilan.

Namun sayangnya, warga kalah dan memutuskan membawa kasus tersebut ke pihak MA pada Senin, 27 Mei 2024. Terkait All Eyes on Papua, warga harus menempuh 48 jam perjalanan menuju Jakarta.

3. Aksi Pembabatan Hutan untuk Perkebunan Sawit Memberikan Dampak Pada Lingkungan

Fakta miris lainnya mengenai gerakan viral di media sosial tersebut, juga turut memberikan dampak yang terbilang cukup signifikan. Bahkan jika pembabatan hutan tetap dilakukan, tentunya akan sangat berpengaruh pada lingkungan.

Pasalnya, aksi pembabatan hutan dengan membangun perkebunan sawit dinilai dapat menghasilkan emisi sekitar 25 juta ton karbondioksida (CO2). Bisa dibayangkan, berapa banyak jumlah emisi karbon yang mengganggu lingkungan tersebut nantinya.

Bahkan, jumlah tersebut turut menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon di tahun 2030 ke depannya nanti. Hal itu, nantinya membawa dampak yang tidak hanya merugikan masyarakat, namun juga seluruh dunia.

4. Ramai Diperbincangkan Orang-orang di Platform Media Sosial

Akibat dari polemik yang dihadapi kedua suku tersebut, akhirnya muncul seruan All Eyes on Papua. Diketahui, gerakan dukungan masyarakat Indonesia untuk wilayah tersebut ini terus menggema di seluruh media sosial.

Bahkan di platform Instagram sendiri, gerakan dukungan tersebut sudah dibagikan hampir lebih dari 2,5 juta pengguna. Munculnya seruan tersebut, tentunya bukan tanpa alasan dilakukan hingga menjadi trending topic di medsos.

Sebab dengan slogan ini, diharapkan mendapatkan perhatian penuh dari seluruh masyarakat Indonesia terkait kasus yang terjadi di dalamnya. Sehingga, diharapkan warga Papua mendapatkan keadilan atas kasus yang sedang terjadi tersebut.

5. Adanya Petisi Kasus Papua

Berkaitan dengan ramainya dukungan All Eyes on Papua, pihak Yayasan Bentala Rakyat juga turut memberikan tanggapan. Dimana, pihaknya membuat petisi untuk meminta MA mencabut izin lingkungan PT Indo Asiana Lestari.

Diketahui, izin lingkungan tersebut sebelumnya dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (DPMPTSP) wilayah terkait. Dan terhitung hingga saat ini, petisi tersebut sudah ditandatangani sebanyak 189.684 orang.

Adapun dalam petisi tersebut, berisikan penolakan keras warga atas aksi pembabatan hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dengan adanya petisi tersebut, diharapkan MA bersedia mencabut izin pembangunan dari PT terkait.

Ramainya seruan tersebut di media sosial, umumnya dilakukan sebagai bentuk solidaritas masyarakat untuk perjuangan warga adat terkait. Dengan gerakan All Eyes on Papua, maka bisa dijadikan sebagai bentuk penyelamatan hutan.